Jagabita – Tour of Duty di Kampung Dago
Hari Rabu kemarin, saya bersama Mas Rudy dan Bunda Elly pergi lagi ke Jagabita. Kami janjian sama ibu Uun di warung bakso. Sekalian makan bakso deh, ada juga yang makan mie ayam, he he he
Perbincangan di warung itu termasuk tentang kesulitan suatu yayasan pengobatan paru-paru yang menyelenggarakan pengobatan penyakit paru secara gratis. Maklum, lalu lintas truk-truk pengangkut material (batu, pasir dsb) menimbulkan awan debu yang pekat sehingga warga rentan terserang penyakit paru. Ibu Uun juga mengungkapkan keinginan beliau untuk memilik tabung oxygen sendiri. sebab tabung yang di Puskesmas tidak pernah ada isinya. kasihan sekali kalau ada yang sakit dan memerlukan bantuan pernafasan.
Ibu Uun mengajak kami ke kampung Dago (bukan Dago yang di Bandung ya), suatu kampung yang terletak cukup jauh dari tempat baksos kemarin. Kampung itu sangat indah sebetulnya. Hembusan angin yang cukup kencang menerpa dedaunan bambu membuat saya mengira bahwa kami saat itu berada dekat sungai pegunungan yang jernih dan berair deras.
Namun, ternyata perkiraan saya salah. Tidak ada di sana sungai yang mengalir deras, dingin dan menyejukkan di sana. Yang ada hanya balongan atau kubangan air yang menggenang, yang airnya itu-itu saja. Itupun hanya bisa dipakai pada musim hujan. Untuk buang hajat, warga hanya bisa melakukannya di kebon/semak-semak.
Suasana di sana mirip dalam film2 perang Vietnam yang dulu sempat ngetop di Bioskop atau TV.
Alternatif lain yang tersedia hanya satu sungai kecil, yang lebih tepat disebut anak sungai. Pada musim kemarau, puluhan orang mandi dan mencuci di sana. Bisa dibayangkan betapa tidak sehatnya keadaan di sana.
Ada dua hal yang mengherankan bagi saya, tidak tahu bagi yang lain, he he he
Beberapa waktu yang lalu, saya menulis tulisan tentang perbandingan antara keadaan di Jagabita dengan keadaan kaum Bani Israil zaman Mesir kuno dulu.
Nah, apa yang saya lihat dan dengar kemarin? ini dia
1. Di sana banyak pembuatan batu bata sedangkan salah satu pekerjaan yang ditugaskan kepada Bani Israil oleh rezim Firaun di zaman mesir kuno adalah membuat batu bata untuk keperluan pembangunan gedung-gedung dan bangunan-bangunan lainnya.
2. Ibu Uun cerita saat dia mengantar anak-anak sekolah dasar desa Pinku (mudah2an nulisnya gak salah) ke Gandhi Memorial School. Salah satu acara yang digelar tuan rumah untuk anak-anak desa tersebut adalah drama pertunjukan. Namun, karena memakai bahasa Inggris, anak2 itu cuma bisa bengong. Ibu Uun menjelaskan bahwa itu cerita nabi Musa.
Apakah ini cuma kebetulan, atau ……………..???
Foto-foto bisa dilihat di album yang ini
Wallahualam
Sayang kemarin belum mengucapkan terima kasih, padahal diam-diam saya mencoba untuk belajar keteguhan hati dari Ibu Uun. Beliau tetap tegar saat sang suami mendapat kecelakaan nun jauh di sana. Secara tidak langsung, Ibu Uun telah menularkan kekuatan dan keteguhannya kepada saya.
Benar-benar saya butuhkan
Posted on Februari 19, 2009, in Uncategorized. Bookmark the permalink. 16 Komentar.
mntab semoga mas nahar juga se tegar ibu uun, senantias menebar rahmat
lanjut mas…..arni yakin kok mas nahar juga setegar dan sehebat bu Uun…
Subhanallah…doa dari kita semua..kuat pak kuat!!
ibu uun bisa jadi teladan buat banyak org ya mas
cool..
cayoo mas.. semangat yaah
sama-sama mas, terima kasih doanya. mulai dari blog yang ini ya 🙂
sip, terima kasih dukungannya mbak 🙂
terima kasih doa dan dukungannya mbak, semoga kita semua diberi kekuatan dan ketabahan ya
yup, betul sekali kang, semoga kita semua bisa meneladani beliau
thank you 😀
iya uni, tetap semangat juga yah 😀
kenapa mas?
Terus Semangat !!! mas Nahar…..
lagi butuh pekerjaan mbak, saya kan lagi nganggur nih. berat euy hidup jadi pengangguran 😦
Sip, tetap semangat!!!